Saturday, March 31, 2012

PTK IPA KELAS II


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

  1. Kajian Pustaka
1.      Pengertian dan Dimensi Umum Pendidikan IPA
Cara pandang guru terhadap hakikat (esensi dan karakteristik) pendidikan IPA akan mempengaruhi profil pembelajaran IPA yang diselenggarakan guru bersama siswanya. Oleh karenanya pemahaman yang benar tentang karakteristik pendidikan IPA mutlak diperlukan guru. Karakteristik tersebut sekurang-kurangnya meliputi pengertian dan Dimensi (ruang lingkup) pendidikan IPA.
IPA secara sederhana didefinisikan sebagai ilmu tentang fenomena alam semesta.
Dalam kurikulum pendidikan dasar terdahulu (1994) dijelaskan pengertian IPA (sains) sebagai hasil kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan, dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar, yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah, antara lain penyelidikan, penyusunan, dan pengujian gagasan-gagasan.
Dalam kurikulum 2004 sains (IPA) diartikan sebagai cara mencari tahu secara sistematis tentang alam semesta.
Menurut Herlen (1992: 3) ucapan Enstein: “science is the attempt to make the chaotic diversity of our sense experience correspond to a logically uniform system of thought”.
Mempertegas bahwa IPA merupakan bentuk uapaya yang membuat berbagai pengalaman menjadi suatu sistem pola berpikir logis tertentu, yang dikenal dengan istilah pola berpikir ilmiah.
<--more-->
Untuk membahas hakikat IPA, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagaimana dikemukakan oleh Dahar RW. (1996: 15-16), sehingga memungkinkan para guru memahami IPA dalam perspektif yang lebih luas. Menurut Dahar, sekurang-kurangnya ada tujuh ruang lingkup pemahaman IPA, yaitu:
a.       IPA sebagai Kumpulan Pengetahuan
b.      IPA sebagai suatu Proses Penelusuran (investigation)
c.       IPA sebagai Kumpulan Nilai
d.      IPA sebagai Cara untuk Mengenal Dunia
e.       IPA sebagai Institusi Sosial
f.       IPA sebagai Hasil Konstruksi Manusia
g.      IPA sebagai Bagian dari Kehidupan Sehari-Hari
Ruang lingkup IPA sebagaimana diungkapkan oleh Rusna Ristasa (2009:17) dapat dikategorikan ke dalam tiga Dimensi, yaitu dimensi produk, Dimensi proses, dan dimensisikap.
Whyne Harlen (1987) dalam Teaching and Learning Primary Science menjelaskan Sembilan sikap ilmiah yang harus dikembangkan sejak dini pada siswa sekolah dasar yang dimunculkan ketika siswa terlibat dalam kegiatan pemecahan masalah. Kesembilan sikap tersebut adalah:
a.       Sikap ingin tahu (curiosity);
b.      Sikap ingin mendapatkan sesuatu yang baru (originality);
c.       Sikap kerjasama (cooperation);
d.      Sikap tidak putus asa (perseverance);
e.       Sikap terbuka untuk menerima (open-mindedness);
f.       Sikap mawas diri (self critism);
g.      Sikap tanggung jawab (responsibility);
h.      Sikap berpikir bebas (independence in thinking);
i.        Sikap kedisiplinan (self discipline).
Dari keseluruhan uraian tentang hakikat IPA di atas, kiranya cukup jelas bahwa pendidikan IPA itu bukan sekedar berisi rumus-rumus dan teori-teori, melainkan suatu proses dan sikap.


2.      Pembelajaran IPA yang Efektif
Dalam buku Kegiatan Belajar Mengajar yang Efektif (Depdiknas, 2003:5-6) pembelajaran secara umum diartikan sebagai kegiatan belajar mengajar yang memberdayakan potensi siswa serta mengacu pada pencapaian kompetensi individual setiap siswa.
Ada baiknya jika guru yang akan merancang pembelajaran IPA di Sekolah Dasar memperhatikan tujuh ciri utama pembelajaran efektif yang memberdayakan potensi siswa sebagaimana diuraikan pada buku tersebut (Depdiknas, 2003: 7-11). Ketujuh ciri itu adalah:
a.       Berpijak pada ciri konstruktivisme.
b.      Berpusat pada siswa.
c.       Belajar dengan mengalami.
d.      Mengembangkan keterampilan sosial, kognitif, dan emosional.
e.       Mengembangkan keingintahuan, imajinasi, dan fitrah ber-Tuhan.
f.       Belajar sepanjang hayat.
g.      Perpaduan kemandirian dan kerjasama.
Pembelajaran IPA yang efektif juga dicerminkan oleh tingginya kadar on-task (aktivitas edukatif) dan rendahnya kadar off-task (aktivitas nonedukatif) siswa dalam pembelajaran. Menurut Belen (2003: 42) salah satu upaya untuk meningkatkan kadar on-task adalah mengembangkan kegiatan hand-on (psikomotor) dan mind-on (kognitif) melalui sejumlah keterampilan (skill) yang dilakukan siswa dalam kelas.
3.      Pembelajaran Aktif
Model pendekatan pembelajaran aktif menurut S. Belen (2003: 12-24) adalah cara pandang yang menganggap belajar sebagai kegiatan membangun makna/pengertian terhadap pengalaman dan informasi yang dilakukan oleh pengajar.
Suasana pembelajaran aktif adalah suasana belajar mengajar yang membuat siswa melakukan pengalaman, interaksi, komunikasi, dan refleksi.
4.      Hasil Belajar Pemahaman
Hasil belajar adalah kemampuan siswa setelah melalui kegiatan belajar Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (2001:391) disebutkan bahwa hasil adalah: 1) Sesuatu yang diadakan atau dibuat, atau dijadikan dsb untuk usaha. 2) Pendapat, perolehan, buah. 3) Akibat. 4) Pajak, sewa tanah.
Jhon M. Kella dalam Mulyono (2007:391) memandang hasil belajar sebagai keluaran dari suatu sistem pemprosesan sebagai masukan yang berupa informasi. Berbagai masukan tersebut dikelompokan menjadi personal input dan environmental input.
Hasil belajar mengacu pada segala sesuatu yang menjadi milik siswa akibat dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Menurut Angkowo (2007: 47) belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman ini tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang diamati.
Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor dari dalam diri siswa dan faktor yang datang dari luar siswa. (Lark dalam Angkowo, 2007: 50) mengungkapkan bahwa hasil belajar siswa di sekolah 70% dipengaruhi oleh siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan.
5.      Kesungguhan Belajar
Secara umum banyak yang mengaitkan kesungguhan belajar dengan minat dan motivasi. Kesungguhan merupakan aspek penting motivasi yang mempengaruhi perhatian, belajar, berpikir, dan berprestasi (dalam Pintrich dan Schunk, 1996 seperti dikutip, Hera Lestari Mikarsa, dkk. 2007: 33).
Menurut Krapp, Hidi, dan Remninger seperti dikutip, Hera Lestari Mikarsa, dkk (2007: 35) “Kesungguhan merupakan dorongan dari dalam diri seseorang atau faktor yang menimbulkan ketertarikan atau perhatian secara selektif, yang menyebabkan dipilihnya suatu objek yang menguntungkan, menyenangkan, dan lama-kelamaan akan mendatangkan kepuasan dalam dirinya.”
6.      Alat Peraga Kongkret
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:24), alat peraga adalah alat bantu untuk mendidik atau mengajar Supaya apa yang diajarkan mudah dimengerti oleh anak didik.
Menurut Jean Piaget, sebagaimana dikutip oleh Abin Syamsudin (2006:17), perkembangan kognitif anak sekolah dasar berada pada tahap perkembangan operasional kongkret. Pada anak usia ini akan lebih mudah dipahami jika menggunakan objek-objek kongkret dan anak terlibat langsung di dalamnya.
Hal ini merupakan isyarat bagi guru untuk dapat menciptakan pembelajaran yang sesuai dengan tahap perkembangan kognitif siswa.
Menurut Nasution, sebagaimana dikutip oleh Udin S. Winata Putra (2006:915), pada dasarnya siswa memiliki minat (Sense of Interest) dan dorongan ingin melihat kenyataan (Sense of Reality). Upaya untuk mengembangkan dua potensi siswa tersebut, guru dituntut untuk dapat menentukan sumber pembelajaran yang menunjukkan kegiatan belajar mengajar.
Sumber belajar yang dapat dengan mudah dihadirkan di dalam kelas, sehingga secara langsung dapat dimanfaatkan dalam kegiatan belajar mengajar adalah alat peraga.
Alat peraga kongkret untuk menjelaskan konsep sumber energi adalah setrika, matahari, senter, baterai kering, dan gitar. Alat peraga kongkret di atas digunakan untuk mendemonstrasikan dan menjelaskan tentang konsep sumber energi.

  1. Hasil Penelitian Relevan
Hasil penelitian yang bisa dijadikan acuan atau pembanding dalam kajian penelitian masalah penggunaan alat peraga kongkret untuk meningkatkan hasil belajar siswa adalah sebagai berikut:
1.      Wakhono (2007) penelitian tentang penggunaan alat peraga kongkret.
a.       Masalah yang diteliti adalah apakah penggunaan alat peraga kongkret dapat meningkatkan hasil belajar siswa?
b.      Tujuan penelitiannya adalah meningkatkan hasil belajar siswa tentang kompetensi dasar mengidentifikasi sumber-sumber energi yang ada di lingkungan sekitar.
c.       Metode yang digunakan adalah metode pembelajaran aktif dan penggunaan alat peraga kongkret.
d.      Kesimpulan yang didapat dalam penelitian Wakhono adalah bahwa penggunaan alat peraga kongkret dapat meningkatkan hasil belajar siswa yang dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2.1 Hasil Belajar Siswa (Wakhono: 2007)
No
Perbaikan Pembelajaran
Hasil Belajar Siswa
Nilai Rata-Rata Kelas
Tuntas
Persentase
Belum
Persentase
1.
Studi Awal
60
6
27,27
16
72,73
2.
Siklus I
65
12
54,55
10
45,45
3.
Siklus II
73
16
72,73
6
27,27
4.
Siklus III
85
21
95,46
1
4,54

2.      Sudirman (2008) “Upaya Peningkatan Hasil Belajar Siswa Terhadap Konsep Sumber Energi melalui Penggunaan Alat Peraga Kongkret dalam Model Pembelajaran Aktif.
a.         Masalah yang diteliti adalah rendahnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA?
b.        Tujuan penelitiannya adalah meningkatkan hasil belajar siswa mata pelajaran IPA.
c.         Metode yang digunakan adalah metode pembelajaran aktif dan penggunaan alat peraga kongkret.
d.        Kesimpulan yang didapat dalam penelitian Sudirman adalah bahwa penggunaan alat peraga kongkret dapat meningkatkan hasil belajar siswa yang dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2.2 Hasil Belajar Siswa (Sudirman: 2008)
No
Perbaikan Pembelajaran
Hasil Belajar Siswa
Nilai Rata-Rata Kelas
Tuntas
Persentase
Belum
Persentase
1.
Studi Awal
65
5
27,78
13
72,22
2.
Siklus I
70
12
66,67
6
33,33
3.
Siklus II
92
18
100
0
0

  1. Kerangka Berpikir
Hasil belajar siswa yang masih rendah pada siswa harus segera diperbaiki. Apabila diperhatikan, untuk meningkatkan hasil belajar dalam bentuk pengaruh instruksional dan untuk mengarahkan pengaruh pengiring kepada hal-hal yang lain yang positif dan berguna bagi para siswa sendiri, guru harus pandai memilih apa isi pengajaran dan bagaimana sebaiknya pengelolaan proses belajarnya. Belajar menggunakan alat peraga kongkret menekankan bagaimana bahan pelajaran itu diajarkan dan dipelajari.
Proses pengajaran merupakan peristiwa yang menyediakan berbagai kesempatan bagi peserta didik untuk terlibat aktif dalam kegiatan belajar. Proses belajar itu sendiri menyangkut perubahan aspek-aspek tingkah laku, seperti pengetahuan, sikap dan keterampilan. Untuk itu diperlukan ketepatan media yang mampu mengaktifkan siswa, yaitu alat peraga kongkret. Pada proses pembelajaran, diharapkan penanaman fakta dan konsep benar-benar melalui proses yang dialami langsung oleh siswa. Dengan penggunaan alat peraga kongkret diharapkan akan meningkatkan tujuan pembelajaran. Di samping itu, siswa juga diupayakan untuk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang dikembangkan, yaitu pengamatan, penggolongan, penafsiran, peramalan, penerapan, perencanaan penelitian, dan pengkomunikasian. Melalui pembelajaran seperti ini akan lebih bermakna dan berkesan bagi siswa yang pada akhirnya akan mampu memperoleh hasil yang optimal. Dengan demikian dapat dibuat bagan sebagai berikut:

Tindakan
Tindakan
Guru  menggunakan alat peraga kongkret
Siklus I
Menggunakan alat peraga kongkret secara klasikal
Siklus II
Menggunakan alat peraga kongkret secara kelompok dengan posisi duduk setengah lingkaran
Siklus III
Menggunakan alat peraga kongkret berkelompok kecil dengan posisi tempat duduk setengah lingkaran
Hasil belajar IPA meningkat
Guru  belum menggunakan alat peraga kongkret
Kondisi awal

Hasil belajar IPA rendah
   
Gambar 2.1  Bagan Kerangka Berpikir
  1. Hipotesis Tindakan
Dengan memperhatikan dan merujuk pada uraian yang dikemukakan di atas, maka hipotesis tindakannya adalah “penggunaan alat peraga kongkret dalam model pembelajaran aktif akan dapat meningkatkan hasil belajar siswa tentang konsep sumber energi, baik secara individual maupun klasikal”.

1 comment:

  1. bingung nh ptk lengkap ipa gaya dorongan dan tarikan

    ReplyDelete

Bagi yang menginginkan contoh PTK lengkap bisa SMS ke 081328239660