BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. Kajian Teori
Dalam landasan teori akan
dijelaskan mengenai hakikat metode, metode pembelajaran, metode SAS, membaca,
menulis, mata pelajaran Bahasa Indonesia, media, hasil belajar, dan pembelajaran
aktif.
1.
Hakikat Metode Pembelajaran
a.
Pengertian Metode
Metode
menurut bahasa adalah cara yang teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu
pekerjaan agar tercapai hasil yang baik seperti apa yang diinginkan
(Badudu-Zaink, 1994: 896) dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia.
Mengajar mengutamakan penampilan guru secara khas,
dan unik yang berasal dari sifat, perasaan, dan naluri guru. Mengajar juga
dapat diartikan sebagai kegiatan menyampaikan pesan berupa pengetahuan,
keterampilan, dan penanaman sikap-sikap tertentu dari guru kepada peserta
didiknya (Mulyani Sumantri dan Johan Pramana, 2001:20).
Berdasarkan
Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa metode mengajar adalah cara yang teratur
yang ditempuh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Metode
mengajar sebagai salah satu unsur pembelajaran efektif dapat dikelompokkan ke
dalam dua bentuk yaitu content specific
methods (metodik khusus) and general
teaching methods (metodik umum) (Houston, 1988: 195).
Daliman,
dkk (1996:99) berpendapat bahwa metode adalah cara yang di dalamnya merupakan
alat untuk mencapai suatu tujuan. Sumantri dan Johar Permana (2001:114)
berpendapat bahwa metode merupakan cara-cara yang ditempuh guru untuk
menciptakan situasi pengajaran yang benar-benar menyenangkan dan mendukung bagi
kelancaran proses belajar mengajar dan tercapainya prestasi belajar anak yang
mernuaskan.
Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa metode
adalah cara yang dilakukan guru dalam proses belajar mengajar untuk mencapai
tujuan pembelajaran. Pemilihan metode yang digunakan merupakan suatu hal yang
penting, karena metode yang tepat dan efektif dalam menyajikan bahan
pembelajaran sangat berpengaruh terhadap keberhasilan proses belajar mengajar.
Dalam penelitian ini penulis akan
meneliti tentang keefektifan penggunaan metode Struktural Analitik Sintetik
(SAS) untuk meningkatkan kemampuan membaca dan menulis permulaan, akan
diuraikan lebih lanjut.
2.
Metode
Struktural Analitik Sintetik (SAS)
a.
Pengertian Metode SAS
Metode Struktural Analitik Sintetik (SAS) merupakan salah
satu jenis metode yang biasa digunakan untuk proses pembelajaran membaca dan
menulis permulaan bagi siswa pemula. Pembelajaran Membaca Menulis Permulaan (MMP)
dengan metode SAS mengawali pelajarannya dengan menampilkan dan memperkenalkan
sebuah kalimat utuh. Mula-mula anak disuguhi sebuah struktur yang memberi makna
lengkap, yakni struktur kalimat.
Hal ini dimaksudkan untuk membangun konsep-konsep “kebermaknaan”
pada diri anak. Sebelum proses KBM, Membaca Menulis Permulaan (MMP) guru dapat
memanfaatkan rangsang gambar, benda nyata tanya jawab informal untuk menggali
bahasa siswa.
Dalam proses operasionalnya metode SAS mempunyai
langkah-langkah berlandaskan operasional dengan urutan struktural menampilkan
keseluruhan analitik, melakukan proses penguraian Sintetik, dan melakukan
penggabungan kembali kepada bentuk struktural semula.
Landasan linguistiknya bahwa itu ucapan bukan tulisan, unsur
bahasa dalam metode ini adalah kalimat, bahwa Bahasa Indonesia mempunyai
struktur tersendiri. Landasan pedagogiknya (1) mengembangkan potensi dan
pengalaman anak, (2) membimbing anak menemukan jawaban suatu masalah. Landasan
psikologisnya bahwa pengamatan pertama sifat global (totalitas) dan bahwa anak
usia sekolah memiliki sifat ingin tahu.
b.
Prosedur
Penggunaan Metode SAS
Penggunaan metode SAS dalam pelaksanaannya dapat dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1)
Guru
menuliskan sebuah kalimat sederhana, kemudian kalimat dibacakan, dan siswa
menulisnya.
2)
Kalimat
tersebut diuraikan/dipisah-pisahkan kedalam kata-kata, setelah dibaca siswa
menyalin kata-kata itu seperti yang dilakukan guru.
3)
Kata-kata
dalam kalimat itu diuraikan lagi atas suku-sukunya, setelah dibaca siswa
menyalin suku-suku itu seperti yang dilakukan oleh guru.
4)
Suku-suku
kata itu diuraikan lagi atas huruf-hurufnya, siswa menyalin sepeti apa yang
dilakukan guru.
5)
Setelah
guru memberikan penjelasan lebih lanjut, huruf-huruf itu dirangkaikan lagi
menjadi suku kata. Siswa melakukan seperti apa yang dilakukan guru.
6)
Setelah
semua siswa selesai, guru merangkaikan suku-suku menjadi kata, siswa menyalin.
7)
Kata-kata
tersebut dirangkaikan lagi sehingga menjadi kalimat seperti semula. Siswa
melakukan hal yang sama seperti guru. Dari prosedur penggunaan metode SAS di
atas, maka untuk memudahkan dalam pembelajarannya dibutuhkan media.
Media untuk mengajarkan membaca dan menulis permulaan antara
lain: Papan tulis, papan tali, papan selip, papan flannel, gambar, kartu
kalimat, kartu kata, kartu suku kata, dan huruf. Kartu nama, papan nama,
benda-benda berlabel yang ada disekitar siswa, majalah anak-anak. Cara
penggunaan media diatasPapan tulis digunakan oleh guru untuk memberikan contoh
dan oleh siswa untuk menuliskan apa yang ditugaskan oleh guru.
Papan selip digunakan oleh guru untuk menyelipkan gambar/kartu
kata, kartu kalimat yang harus disalin oleh siswa, atau gambar yang harus
dituliskan judulnya oleh siswa. Papan tali digunakan untuk menggantungkan kartu
kalimat, kartu kata, suku kata, dan huruf yang harus disalin oleh siswa, atau
gambar yang perlu dituliskan judulnya.
Penggunaan papan flannel sama dengan papan tali dan papan
selip, tetapi kartukartu dan gambar ditempelkan/diletakkan pada flannel.
Majalah anak-anak dapat digunakan untuk tugas menyalin kalimat-kalimat
sederhana yang ada didalamnya, atau menyalin judul. Papan nama, kartu nama,
label dan sebagainya untuk tugas menyalin. Metode SAS digunakan guru karena
alasan sebagai berikut:
1)
Dapat
menyenangkan siswa.
2)
Tidak
menyulitkan siswa untuk menyerapnya.
3)
Bila
dilaksanakan lebih efektif dan efisien.
4)
Tidak
memerlukan fasilitas dan sarana yang labih rumit.
c.
Kelebihan
Penggunaan Metode SAS
Kelebihan penggunaan metode SAS
antara lain:
1)
Metode
ini dapat sebagai landasan berpikir analisis.
2)
Dengan
langkahlangkah yang diatur sedemikian rupa membuat anak mudah mengikuti
prosedur dan dapat cepat membaca pada kesemapatan berikutnya.
3)
Berdasarkan
landasan linguistik metode ini akan membantu anak menguasai bacaan dengan
lancar.
d.
Kelemahan Metode SAS
Kelemahan penggunaan metode SAS
antara lain:
1)
Metode
SAS mempunyai kesan bahwa pengajar harus kreatif, terampil dan sabar.
2)
Banyak
sarana yang harus dipersiapkan untuk pelaksanaan metode ini, untuk
sekolah-sekolah tertentu dirasa sukar.
3)
Metode
SAS hanya untuk konsumen pembelajaran diperkotaan dan tidak di pedesaan.
4)
Oleh
karena agak sukar mengajarkan metode SAS banyak para pengajar yang tidak
menggunakan metode ini.
3.
Membaca
a.
Pengertian Membaca
Membaca adalah proses aktif dari pikiran yang
dilakukan melalui mata terhadap bacaan. Dalam kegiatan membaca, pembaca
memroses informasi dari teks yang dibaca untuk memperoleh makna (Vacca,
1991:172). Membaca merupakan kegiatan yang penting dalam kehidupan sehari-hari,
karena membaca tidak hanya untuk memperoleh informasi, tetapi berfungsi sebagai
alat untuk memperluas pengetahuan bahasa seseorang. Dengan demikian, anak sejak
kelas awal SD perlu memperoleh latihan membaca dengan baik khususnya membaca
permulaan.
Para ahli telah mendefiniskan tentang membaca, akan
tetapi tidak ada kriteria tertentu untuk menentukan suatu definisi membaca yang
dianggap paling benar. Menurut Haris membaca sebagai suatu kegiatan yang
memebrikan respon makna secara tepat terhadap lambang verbal yang tercetak atau
tertulis.
Pemahaman atau makna dalam membaca lahir dari
interaksi antara persepsi terhadap simbol grafis dan ketrampilan bahasa serta
pengetahuan pembaca. Dalam interaksi ini, pembaca berusaha menciptakan kembali
makna sebagaimana makna yang ingin disampikan oleh penulis dan tulisannya.
Dalam proses membaca itu pembaca mencoba mengkreasikan apa yang dimaksud oleh
penulis.
Gibbon (1993:70-71) mendefinisikan membaca sebagai
proses memperoleh makna dari cetakan. Kegiatan membaca bukan sekedar aktivitas
yang bersifat pasif dan reseptif saja, melainkan menghendaki pembaca untuk
aktif berpikir. Untuk memperoleh makna dari teks, pembaca harus menyertakan
latar belakang bidang pengetahuannya, topik, dan pemahaman terhadap sistem bahasa
itu sendiri. Tanpa hal-hal tersebut selembar teks tidak berarti apa-apa bagi
pembaca.
Smith berpendapat bahwa kegiatan membaca terjadi proses pengolahan
informasi yang terdiri atas informasi visual dan informasi nonvisual. Informasi visual, merupakan informasi yang dapat
diperoleh melalui indera penglihatan, sedangkan informasi nonvisual merupakan
informasi yang sudah ada dalam benak pembaca. Karena setiap pembaca memiliki
pengalaman yang berbeda-beda dan dia menggunakan pengalaman itu untuk
menafsirkan informasi visual dalam bacaan,maka isi bacaan itu akan berubah-ubah
sesuai dengan pengalamn penafsirannya.
Pembaca yang telah lancar pada umumnya meramalkan apa
yang dibacanya dan kemudian menguatkan atau menolak ramalannya itu berdasarkan
apa yang terdapat dalam bacaan. Permaalan dibuat berdasarkan pada tiga kategori
sistem yaitu aspek sistematis, sintaksis dan grafologis. Menurut Wilson dan Peters
(dalam Cleary, 1993:284) bahwa membaca merupakan suatu proses menysun makna
melalui interaksi dinamis di antara pengetahuan pembaca yang telah ada,
informasi yang telah dinyatakan oleh bahasa tulis, dan konteks situasi pembaca.
Anderson dalam Tarigan (1980:8)
menyangkut linguistik menjelaskan bahwa membaca merupakan suatu proses
penyandian kembali (recording process) dan proses pembacaan sandi (dekonding
process). Menurut Hudgson (1960:43) mengatakan membaca adalah suatu proses yang
dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak
disampaikan penulis melalui kata-kata dalam bahasa tulis.
Suatu proses yang menuntut pembaca
agar dapat memahami kelompok kata yang tertulis merupakan suatu kesatuan dan terlihat
dalam suatu pandangan sekilas, dan makna kata-kata itu dapat diketahui secara
tepat. Apabila hal ini dapat terpenuhi maka pesan yang tersurat dari yang
tersirat dapat dipahami, sehingga proses membaca sudah terlaksana dengan baik.
Seseorang yang sedang membaca berarti ia sedang melakukan suatu kegiatan dalam
bentuk berkomunikasi dengan diri sendiri melalui lambang tertulis.
Seorang pembaca yang baik
adalah orang yang dapat mengambil tanggapan mengenal bahasa (ide, style, dan
kematangan pengarang) dan pengertian dengan kecepatan yang lumayan (Gusnetti,
1997:13). Soedarso (1991:4) menjelaskan kemampuan membaca yang baik
merupakan hal yang sangat penting dalam suatu bacaan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa membaca adalah proses interaksi antara pembaca dengan teks
bacaan. Pembaca berusaha memahami isi bacaan berdasarkan latar belakang
pengetahuan dan kompetensi kebahasaannya. Dalam proses pemahaman bacaan
tersebut, pembaca pada umumnya membuat ramalan-ramalan berdasarkan sistem semantik,
sintaksis, grafologis, dan konteks situasi yang kemudian diperkuat atau ditolak
sesuai dengan isi bacaan yang diperoleh.
b.
Unsur-Unsur
yang Terkandung dalam Membaca
Abdullah (1990:2) mengatakan bahwa, unsur-unsur kemampuan
membaca dapat ditelusuri dari pengertian membaca yang telah dikemukakan, yaitu:
1)
Membaca
merupakan interaksi dengan bahasa yang telah diubah menjadi cetakan, maka
kemampuan memahami lambang-lambang bunyi merupakan penentu utama keberhasilan
membaca.
2)
Hasil
interaksi dengan bahasa cetak merupakan pemahaman, maka kemampuan memaknai
susunan lambang-lambang bunyi juga merupakan unsur penentu keberhasilan
membaca.
3)
Kemampuan
membaca berhubungan erat dengan kemampuan berbahasa lisan, maka unsur-unsur
kemampuan fisik, misalnya kemampuan mata dan kemampuan mengendalikan gerak
bibir juga mempengaruhi keberhasilan membaca.
4)
membaca
merupakan proses aktif dan berlanjut yang dipengaruhi langsung oleh interaksi
seseorang dengan lingkungannya, maka keberhasilan membaca juga dipengaruhi oleh
unsur kecerdasan serta pengalaman membaca yang dimiliki.
c.
Jenis-Jenis Membaca
Bermacam-macam kelakuan dan tujuan manusia dalam membaca,
semua tergantung kepada niat dan sikap dari si pembaca. Dalam hal ini ada 2
jenis membaca yang didasarkan kepada tingkat dan kemauan berdasarkan kepada
tujuan dan kecepatan.
1)
Membaca
Berdasarkan Tingkatnya
Agustina (1990:10) membagi membaca
menjadi 4 jenis, yaitu:
a)
Membaca
Permulaan
Membaca permulaan dianggap sebagai
membaca tingkat dasar. Hal ini lebih mengutamakan kegiatan jasamani atau fisik.
Kesanggupan menyuarakan lambang-lambang bahasa tulis serta menangkap makna yang
berada dibalik lambang-lambang tersebut adalah sebagian kegiatan yang
dilakukannya.
b) Membaca
Inspeksional
Membaca inspeksional berkaitan degan
masalah waktu yang tersedia untuk membaca. Pembaca hanya mempunyai waktu yang
relatif singkat sedangkan pembaca harus menyelesaikan.
c) Membaca
Analitis
Membaca analitis merupakan membaca lengkap, baik dan sempurna
yang dilakukan dalam waktu yang tidak terbatas dengan tujuan menganalisa tentang
bacaan yang dibaca.
d)
Membaca
Sintopikal
Membaca sintopikal ini menuntut
pebaca untuk mempunyai waktu lebih banyak lagi, karena dalam membaca sintopikal
pembaca harus menganalisis lebih dari 1 buku.
2)
Membaca Berdasarkan Kecapatan dan Tujuannya
Gani dan Semi (1976:4) membagi membaca ke dalam 4 jenis,
yaitu:
a)
Membaca
Kilat (Skimming)
Membaca kilat (Skimming) merupakan
salah satu cara, membaca yang lebih mengutamakan penangkapan esensi bacaan,
tanpa membaca keseluruhan dari materi bacaan tersebut.
b)
Membaca
Cepat (Speed reading)
Membaca cepat adalah membaca yang
dilakukan dengan kecepatan yang sangat tinggi. Biasanya dengan membaca kalimat
demi kalimat dan paragraf tetapi tidak membaca kata demi kata. Tujuannya adalah untuk memperoleh
informasi, gagasan utama dan penjelasan dari suatu bacaan dalam waktu yang
singkat.
c)
Membaca
Studi (Careful reading)
Membaca studi dilakukan untuk
memahami, mempelajari dan meneliti suatu persoalan. Kadang-kadang dituntut pula
untuk menghadapkannya dalam ingatan.
d)
Membaca
Reflektiv (Reflektive reading)
Membaca reflektiv adalah membaca
untuk menangkap informasi dengan terperinci dan kemudian melahirkannya kembali
atau melaksanakannya dengan tepat sesuai dengan keterangan yang diperoleh.
4.
Menulis
a.
Pengertian Menulis
Menurut Tarigan (Hasam, 2005:1) menulis adalah menurunkan
atau melukiskan lambang-lambang grafik
yakni dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca
lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan grafik
tersebut. Menurut Syamsudin (Hasani, 2005:1) menulis adalah aktivitas seseorang
dalam menuangkan ide-ide, pikiran, dan perasaan secara logis dan sistematis
dalam bentuk tertulis sehingga pesan tersebut dapat dipahami oleh pars pembaca.
Menulis adalah suatu kegiatan penyampaian pesan, dengan menggunakan
bahasa tulis sebagai alat atau medianya.Dalam aktivitasnya, menulis melibatkan
4 (empat) unsure yang saling berkaitan yaitu: Penulis sebagai penyampai pesan,
pesan atau tulisan, saluran atau media tulisan, dan pembaca sebagai penerima
pesan.
Menurut Hasani (2005:2) menulis
merupakan keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara
tidak langsung. Menulis merupakan kegiatan yang produktif dan ekspresif,
sehingga penulis harus mampu memanfaatkan kemampuan dalam menggunakan tata tulis,
struktut bahasa, dan kosa kata.
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan
di atas dapat disimpulkan bahwa menulis merupakan kegiatan seseorang untuk
menuangkan ide, pikiran dan perasaan yang dipergunakan untuk berkomunikasi
secara tidak langsung.
b.
Keuntungan Menulis
Menurut Subarti Subarkah ada 4 keuntungan menulis di antaranya
adalah:
1)
Mengenali
kemampuan dan potensi yang ada pada diri
2)
Mengembangkan
berbagai gagasan, menghubungkannya serta membandingkan beberagai fakta yang
jarang dilakukan bila kita tidak menulis.
3)
Menyerap,
mencari dan menyimak infon-fiasi tentang topik yang hendak ditulis.
4)
Mengorganisasikan
gagasan secara sistematis.
c.
Manfaat Menulis
Menulis mempunyai banyak manfaat, antara lain:
1)
Peningkatan
kecerdasan.
2)
Pengembangan
daya inisiatif dan kreatif.
3)
Penumbuhan
keberanian.
4)
Pendorong
kemauan dan kemampuan mengumpulkan informasi.
5.
Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
a.
Pengertian
Bahasa Indonesia
Bahasa memungkinkan manusia untuk saling berhubungan
(berkomunikasi), saling berbagi pengalaman, saling belajar dari yang lain, dan
untuk meningkatkan kemampuan intelektual dan kesusastraan merupakan salah satu
sarana untuk menuju pemahaman tersebut. Mata pelajaran Bahasa Indonesia
berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi adalah program untuk mengembangkan
pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap Bahasa
Indonesia.
b.
Pembelajaran
Bahasa Indonesia di SD
1)
Fungsi
Bahasa Indonesia
Standar kompetensi ini disiapkan dengan mempertimbangkan
kedudukan dan fungsi Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa negara
serta sastra Indonesia sebagai hasil cipta intelektual produk budaya, yang
berkonsekuensi pada, fungsi mata pelajaran Indonesia sebagai:
a)
Sarana
pembinaan kesatuan dan persatuan bangsa.
b)
Sarana
peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka pelestarian dan
pengembangan budaya.
c)
Sarana
peningkatan pengetahuan dan keterampilan untuk meraih dan mengembagkan budaya.
d)
Sarana
peningkatan pengetahuan dan keterampilan untuk meraih dan mengembangkan ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni.
e)
Sarana
penyebarluasan pemakaian Bahasa Indonesia yang baik untuk berbagai keperluan
menyangkut berbagai masalah.
f)
Sarana
pengembangan penalaran.
g)
Sarana
pemahaman beragam budaya Indonesia
melalui khazanah kesusastraan Indonesia.
2)
Tujuan
Bahasa Indonesia
Berdasarkan kurikulum KTSP secara umum tujuan pengajaran
Bahasa Indonesia adalah sebagai berikut:
a)
Siswa
menghargai membanggakan Bahasa Indonesia
sebagai bahasa persatuan (nasional) dan bahasa negara.
b)
Siswa
memahami bahasa Indonesia dari segi bentuk, makna, dan fungsi bermacam-macam
tujuan, keperluan dan keadaan.
c)
Siswa
memiliki kemampuan menggunakan Bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan
intelektual, kematangan emosional dan kematangan sosial.
d)
Siswa
memiliki disiplin dalam berpikir dan berbahasa (berbicara dan menulis).
e)
Siswa
mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian,
memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
berbahasa.
f)
Siswa
menghargai dan membanggakan sastra Indonesia
sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.
3)
Ruang
Lingkup
Ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia di SD meliput:
a)
Aspek
kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra.
b)
Aspek
kemampuan berbahasa memiliki sub aspek mendengarkan, berbicara, membaca, dan
menulis yang berkaitan dengan teks-teks nonsastra.
c)
Aspek
kemampuan bersastra memiliki subaspek mendengarkan, berbicara, membaca dan
menulis yang berkaitan dengan teks-teks sastra.
6.
Media
a.
Pengertian Media
Media berasal dari Bahasa Latin merupakan bentuk jamak
dari medium yang berarti perantara yang dipakai untuk menunjukkan alat
komunikasi. Secara harfiah media diartikan sebagai perantara atau pengantar
pesan dari pengirim ke penerima pesan.
Media menurut Bringgs (1970) adalah segala alat fisik
yang dapat menyajikan pesan Berta perangsang peserta didik untuk belajar.
Contohnya, film, kaset, buku, dan film bingkai.
Media pendidikan atau pengajaran didefinisikan Gagne dan
Reiser (1983:3) sebagai alat-alat fisik dimana pesan-pesan instruksional
dikomunikasikan.Selanjutnya Dinie Borman Rumumpuk (1988:6)
mendefinisikan media pengajaran sebagai setiap alat baik hardware maupun
software yang dipergunakan sebagai media komunikasi dan yang tujuannya untuk
meningkatkan efektivitas proses belajar mengajar.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa media
pengajaran adalah segala alat pengajaran yang digunakan guru sebagai perantara
untuk menyampaikan bahan-bahan instruksional dalam proses belajar mengajar
sehingga memudahkan pencapaian tujuan pengajaran tersebut.
b.
Tujuan
Penggunaan Media pengajaran
Secara umum tujuan dari penggunaan
suatu media adalah untuk membantu guru menyampaikan pesan-pesan secara mudah
kepada peserta didik sehingga peserta didik dapat menguasai pesan-pesan
tersebut secara cepat dan akurat. Penggunaan media juga dimaksudkan agar
peserta didik yang terlibat dalam kegiatan belajar itu terhindar dari gejala
verbalisme, yakni mengetahui kata-kata yang disampaikan guru tetapi tidak
memahami arti atau maknanya.
Secara khusus media pengajaran digunakan dengan tujuan sebagai
berikut:
1) Memberikan
kemudahan peserta didik
Dengan menggunakan media yang tepat
sesuai dengan dengan karakteristik bahan, maka akan memberikan kemudahan pada
peserta didik untuk lebih memahami konsep, prinsip, sikap dan keterampilan
tertentu. Menciptakan situasi belajar yang tidak dapat dilupakan
peserta didik.
2)
Memberikan pengalaman belajar
Media yang menarik minat siswa
ataupun kegiatan belajar yang berbeda dan bervariasi akan menambah semangat
belajar siswa.
3)
Menumbuhkan sikap dan keterampilan
Jika media merupakan alat
elektronik, maka peserta didik akan tertarik menggunakan atau mengoperasikan
media tersebut.
4)
Menciptakan situasi belajar yang tidak dapat dilupakan
peserta didik.
c.
Fungsi
Media Pembelajaran
Media diperlukan karena berfungsi sebagai:
1) Alat
bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif.
2)
Bagian integral dan
keseluruhan situasi mengajar.
3)
Meletakkan dasar-dasar yang konkret dari konsep yang
abstrak sehingga dapat mengurangi pemahaman yang bersifat verbalisme.
4)
Mengembangkan motivasi belajar peserta didik.
5)
Mempertinggi mutu belajar mengajar.
7. Hakikat Belajar, Proses Belajar dan Hasil Belajar
a. Pengertian Belajar
Dalam Kamus Besar Bahasa Indnesia (KBBI), belajar
diartikan sebagai “berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu” (KBBI, 1993:13).
Sedangkan menurut Hilgard dan Bower, dalam buku Theories of Learning (1975)
mengemukakan, “Belajar berhubungan dengan tingkah laku seseorang terhadap
sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang
dalam situasi itu, di mana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan
atau atas kecenderungan respon pembawaan, kematangan, atau
keadaan-keadaan sesaat seseorang (misalnya kelelahan, pengaruh obat, dan
sebagainya)” (Purwanto, 1997:84). Sementara itu, Morgan berpendapat, “Belajar
adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi
sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.” (Purwanto, 1997:84).
Senada dengan Morgan, Witherington berpendapat,
“Belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri
sebagai suatu pola baru dari reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan,
kapandaian, atau suatu pengertian” (Purwanto, 1997:84). Dosen Pasca Sarjana
Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Suharsimi Arikunto, mengatakan bahwa belajar adalah
suatu proses yang terjadi karena adanya usaha untuk mengadakan perubahan
terhadap diri manusia yang melakukan, dengan maksud memperoleh perubahan dalam
dirinya, baik berupa pengetahuan, keterampilan ataupun sikap (1993:19).
Dengan demikian, dari pendapat-pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku dalam
berbagai aspek kepribadian, (yang idealnya) perubahan tersebut merupakan
perubahan positif, diperoleh karena yang bersangkutan menghendaki perubahan, dan
perubahan itu dicapai melalui tahapan latihan dan atau pengalaman.
b.
Proses Belajar
Secara naluriah, dalam perjalanan hidupnya manusia
memerlukan “dunia serba mungkin” yang memberi kesempatan kepadanya untuk
mengembangkan potensi dan kepribadiannya. Ia selalu berusaha untuk mengubah,
baik dirinya sendiri maupun dunia yang dihuninya. Untuk mencapai tahapan itu,
di satu sisi manusia memerlukan waktu untuk belajar, sementara di sisi lain
memerlukan waktu pula untuk mengetahui dan menguasai hal-hal di luar dirinya,
sehingga hal-hal baru itu menjadi miliknya.
ada 4 (empat) hal yang perlu diperhatikan dalam proses
belajar yakni:
1)
Belajar dan pengalaman
Ada
pendapat bijak mengatakan, “pengalaman adalah guru yang paling baik”. Pendapat
bijak ini mengandung sebuah pengertian bahwa, seseorang dapat belajar dari
pengalaman. Dengan belajar dari pengalaman, seseorang akan mengubah dirinya.
Tentu saja pengalaman itu bisa pengalaman orang lain maupun pengalaman yang
dialami sendiri.
2)
Belajar dan bermain
Disengaja maupun tidak, baik di dalam bermain maupun
belajar terjadi proses perubahan. Tapi ada satu prinsip yang membedakan
keduanya. Bermain lebih merujuk kepada kegiatan yang ditujukan untuk satu
situasi tertentu saja dan oleh karena itu tidak berlangsung terus menerus, sedangkan
belajar merupakan kegiatan yang terarah dan terencana, yang di dalamnya
mengandung berbagai tujuan demi masa depan dan perbaikan diri.
Berkait dengan itu, dalam proses pembelajaran ada beberapa materi yang
pembelajarannya dapat berlangsung dengan baik apabila dilakukan dengan bermain.
3)
Belajar dan pengertian
Tujuan belajar akan tercapai dengan baik apabila
sampai pada tahap pengertian (insight). Dengan pengertian inilah seseorang akan
mengetahui betul apa yang sedang dipelajari, fungsi dalam hidupnya, serta
bagaimana memanfaatkan apa yang telah dipelajarinya itu.
4)
Belajar dan latihan
Antara belajar dan latihan terdapat kesamaan. Kesamaannya
adalah, dampak dari tindakan kedua aktivitas tersebut menimbulkan perubahan.
Dalam kehidupan sehari-hari ada beberapa kegiatan belajar yang tidak memerlukan
latihan, yakni belajar dari pengalaman. Misalnya, seseorang yang tersengat
lebah akan merasa sakit. Dalam kesempatan lain, ia tidak perlu belajar dari
lebah tentang rasa sakitnya itu dengan cara menyengatkan lebah kepada dirinya.
Pada umumnya, setiap belajar memerlukan latihan.
Dengan latihan inilah seseorang menguasai hal baru yang dipelajari. Dengan
latihan pula seseorang menjadi faham pula bagaimana sesuatu itu harus
dipelajari.
Begitulah tentang proses belajar. Dalam pembelajaran
di sekolah keempat faktor ini harus diperhatikan benar-benar oleh setiap guru.
Sebab dengan memperhatikan keempat hal tersebut, seorang guru bisa bertindak
lebih efektif, baik dalam merumuskan rencana pembelajaran maupun dalam melaksanakan
pembelajaran di kelas.
c. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar sangat penting untuk diketahui, baik
secara perseorangan maupun secara kelompok, karena di samping sebagai salah
satu indikator keberhasilan belajar siswa dalam mata pelajaran tertentu, juga
sebagai sarana memotivasi siswa yang mengenyam pendidikan di lembaga tersebut.
Menurut Mulyono Abdurrahman (2003:37) “Hasil belajar
adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar”. Dalam
kegiatan pembelajaran tujuan yang ingin dicapai ditentukan sebelumnya. Anak
yang dikatakan berhasil adalah mereka yang dapat mencapai tujuan-tujuan
pelajaran yang telah ditentukan sebelumnya. Pendapat yang senada dikemukakan
oleh Romiszowki (dalam Mulyono Abdurrahman, 2003:38) bahwa “Hasil belajar
merupakan keluaran (outputs) dari suatu sistem pemrosesan masukan (input)”. Masukan dari sistem tersebut berupa
informasi, sedangkan keluarannya adalah perbuatan atau kinerja (performance).
Dimyati dan Mujiono (2006:3) memaparkan bahwa “Hasil belajar
merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar”. Hasil
belajar merupakan pencapaian tujuan pengajaran dan kemampuan mental siswa.
Setelah selesai mempelajari materi, diadakan evaluasi hasil belajar untuk
mengetahui tingkat pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditentukan
sebelumnya, sebelum dilanjutkan pada jenjang yang lebih tinggi.
Seperti halnya Romiszowki, Jhon M Keller dalam
Mulyono Abdurrahman (2003:38) memandang “Hasil belajar sebagai keluaran dari
suatu sistem pemrosesan sebagai masukan berupa informasi”. Masukan tersebut
dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok masukan pribadi dan kelompok masukan
dari lingkungan. Dari pendapat tersebut dapat diketahui, hasil belajar sangat
ditentukan oleh pribadi itu sendiri sebagai subjek belajar dan juga dipengaruhi
lingkungan sebagai tempat belajar.
Sedangkan Gagne (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2006:11)
menjelaskan bahwa hasil belajar terdiri dari informasi verbal, keterampilan,
intelek, keterampilan motorik, sikap, dan siasat kognitif. Keterampilan intelektual merupakan kecakapan yang
sangat diperlukan untuk dapat berhubungan dengan lingkungan sehari-hari. Hal
tersebut dilengkapi dengan kemampuan kognitif untuk menggunakan konsep dan
kaidah yang didapat ketika belajar memecahkan masalah.
Dari
beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah
kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Belajar itu
sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh
suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap. Dalam kegiatan belajar
yang terprogram dan terkontrol yang disebut kegiatan pembelajaran atau kegiatan
instruksional, tujuan belajar telah ditetapkan lebih dahulu oleh guru. Anak
yang berhasil dalam kegiatan belajar adalah anak yang berhasil mencapai
tujuan-tujuan pembelajaran atau tujuan-tujuan instruksional.
d.
Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Usaha dan
keberhasilan belajar dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut Baharuddin dan
Wahyuni (2007:19) “Faktor-faktor keberhasilan belajar dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal”.
1)
Faktor Internal
Faktor
internal atau faktor yang berasal dari diri siswa yang mempengaruhi prestasi
belajar adalah meliputi faktor jasmaniah/fisiologis
dan rohaniah/psikologis. Kondisi jasmaniah/fisiologis mencakup kondisi
kesehatan fisik siswa dan kondisi fungsi alat indra. Setiap siswa memiliki
kesehatan fisik yang berbeda-beda, ada siswa yang mampu bertahan belajar dalam
waktu yang lama dan ada juga yang mudah lelah.
Begitu juga
dengan fungsi alat indra, ada kalanya siswa yang memiliki kemampuan pendengaran
yang kurang. Kedua kondisi internal ini sangat mempengaruhi hasil belajar
setiap siswa. Oleh karena itu, guru perlu benar-benar memperhatikan kondisi
setiap siswa, dan memberikan pelayanan belajar yang adil dan merata bagi setiap
siswanya sehingga hasil belajar dapat optimal.
Kondisi
rohaniah/psikologis yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa antara lain
kecerdasan, motivasi, minat, sikap, dan bakat. Kecerdasan merupakan faktor
psiokologis yang paling penting dalam proses belajar siswa, karena menentukan
kualitas belajar siswa. Motivasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
hasil belajar, karena motivasilah yang mendorong siswa dalam melakukan kegiatan
belajar. Motivasi dibedakan menjadi dua, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi
ekstrinsik.
Minat sama
halnya dengan kegairahan atau keinginan. Minat dapat mempengaruhi aktivitas
belajar, seseorang dengan minat yang tinggi akan lebih bersemangat dalam
belajar dibanding siswa yang tidak memiliki minat belajar. Sikap juga
mempengaruhi aktivitas belajar. Sikap siswa dalam belajar dipengaruhi oleh rasa
senang dan tidak senang pada performance
guru, pelajaran, dan lingkungan sekitar. Dan yang terakhir adalah bakat, bakat merupakan kemampuan potensial yang
dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan di masa datang, apabila bakat
siswa sesuai dengan apa yang dipelajari, kemungkinan besar belajarnya akan
berhasil.
2)
Faktor Eksternal
Selain
faktor internal, faktor eksternal juga berpengaruh pada prestasi belajar.
Faktor eksternal dapat digolongkan menjadi dua, yaitu faktor lingkungan sosial
dan faktor lingkungan nonsosial.
Faktor lingkungan sosial meliputi tiga hal, yaitu
lingkungan sosial keluarga, lingkungan sosial sekolah, dan lingkungan sosial
masyarakat. Sedangkan lingkungan nonsosial meliputi lingkungan alamiah,
lingkungan instrumental dan faktor materi pelajaran.
Lingkungan
alamiah, kondisi lingkungan yang tidak panas, suasana tenang dan yang sejuk
serta sinar yang cukup merupakan kondisi yang mendukung kegiatan belajar
mengajar.Lingkungan instumental,
yaitu merupakan perangkat yang sangat mempengaruhi keberhasilan siswa dalam
belajar, misalnya adalah gedung sekolah, alat-alat belajar, fasilitas belajar,
buku-buku, dan kurikulum. Faktor materi
pelajaran, materi pelajaran yang dipelajari hendaknya disesuaikan dengan usia
perkembangan siswa sehingga siswa tidak merasa kesulitan dalam mempelajarinya.
8. Pembelajaran
Aktif
Pembelajaran harus sesuai dengan
kondisi dan kemajuan zaman sehingga keberadaan pendidikan tidak jauh berbeda
dengan kemajuan teknologi, demikian juga pemikiran berbagai cara melakukan
kegiatan pembelajaran sehingga siswa mudah menerima, mencerna dan memiliki ilmu
sesuai dengan materi yang disampaikan oleh guru.
a.
Pengertian
pembelajaran aktif
Model
pendekatan pembelajaran secara aktif adalah cara pandang yang menganggap
belajar sebagai pembangun makna/ pengertian terhadap pengalaman dan informasi
yang dilakukan oleh pengajar. Model pembelajaran ini juga menganggap mengajar
sebagai pencipta suasana yang mengembangkan inisiatif dan tanggungjawab belajar
siswa, sehingga mereka berkeinginan terus untuk belajar seumur hidup dan
tergantung terhadap guru/orang lain apabila mereka mempelajari hal-hal baru.
Sedikitnya ada tiga alas an mengapa
pembelajaran aktif diterapkan yaitu:
1) Karakteristik anak
Pada dasarnya
anak dilahirkan dengan memiliki sifat ingin tahu dan imajinasi. Anak desa, anak
kota, anak miskin, anak kaya, anak Indonesia
atau bukan, semuanya selama normal mereka memiliki kedua hal tersebut. Sifat
ingin tahu merupakan modal dasar bagi berkembengnya sikap kritis dan imajinasi
bagi perilaku kreatif
2) Hakikat belajar
Belajar
merupakan suatu proses untuk menemukan dan mengembangkan makna pengertian yang dilakukan
oleh siswa terhadap informasi dan pengalaman, yang disaring melalui persepsi,
perkiraan dan perasaan siswa. Belajar bukanlah proses menyerap pengetahuan yang
sudah jadi bentukan guru. Pengetahuan dibangun senoleh siswa.
3) Karakteristik hasil yang dikehendaki.
Agar mampu
bertahan dan berhasil dalam hidup, lulusan yang diinginkan adalah generasi
yang:
a) Peka (berarti berpikir tajam, kritis, dan
tanggap terhadap pikiran dan perasaan orang lain)
b) Mandiri (berani dan mampu bertindak tanpa
selalu bergantung pada orang lain)
c) Bertanggung jawab (siap menerima akibat dari
keputusan dan tindakan yang diambil).
b. Suasana pembelajaran aktif
Suasana
belajar mengajar yang membuat siswa melakukan:
1) Pengalaman
Anak akan
belajar banyak melalui berbuat. Pengalaman langsung mengaktifkan lebih banyak
indera dari pada hanya melalui pendengaran.
Mengenal ada
benda diam, bergerak lambat, bergerak cepat, melambung, dan menggelinding akan
lebih matap bila anak mencobanya sendiri dari pada hanya menerima penjelasan
dari guru.
2) Interaksi
Belajar akan
terjadi dan meningkatkan kualitasnya bila berlangsung dalam suasana interaksi
dengan orang lain, saling bertanya dan mempertanyakan, dan atau saling
menjelaskan. Diskusi, dialog, atau bertukar gagasan akan membantu anak mengenal
hubungan-hubungan baru tentang sesuatu dan memiliki pemahaman yang lebih baik.
3) Komunikasi
Pengungkapan
pikiran dan perasaan, baik lisan maupun tertulis, merupakan kebutuhan setiap
manusia dalam rangka mengungkapka dirinya untuk mencapai kepuasan.
Pengungkapan
pikiran, baik dalam rangka mengemukaka gagasan sendiri maupun menilai gagasan
orang lain, akan mementapkan pemahaman seseorang tentang apa yang sedang
dipikirkan atau dipelajari.
4) Refleksi
Apabila
seseorang mengungkapkan gagasan kepada orang lain dan mendapat tanggapan, orang
itu akan merenumgkan kembali (refleksi) gagasannya yang lebih mantap.
Refleksi dapat
terjadi sebagai akibat dari interaksi dan komunikasi. Umpan balik dari aura
atau siswa lain terhadap hasil kerja siswa, yang berupa pertanyaan yang menantang
dapat menjadi pemicu bagi siswa untuk melakukuan refleksi tentang apa yang
sedang dipikirkan atau dipelajari.
Sesuai dengan
pengertian belajar aktif, yaitu menciptakan suasana dan mengembangkan inisiatif
serta tanggung jawab belajar siswa, maka sikap dan perilaku guru sebaiknya:
1) Terbuka dan mau mendengarkan pendapat siswa;
2) Membiasakan siswa untuk mendengarkan bila
guru atau siswa lain berbicara/berpendapat;
3) Menghargai perbedaan pendapat;
4) Mentolelir kesalahan dan memotivasi untuk
memperbaiki;
5) Menumbuhkan rasa percaya diri siswa;
6) Memberi umpan balik kepada siswa;
7) Memotivasi siswa untuk tidak takut salah dan
berani menanggung resiko.
Ruang kelas
yang menunjang pembelajaran aktif yaitu:
1) Berisi banyak sumber belajar seperti buku,
lingkungan dan benda nyata;
2) Berisi banyak alat Bantu belajar seperti
lukisan, laporan percobaan, dan alat hasil percobaan;
3) Letak bangku dan meja diatur sedemikian rupa
sehingga siswa leluasa untuk bergerak.
Komponen-komponen
dalam pembelajaran aktif dan pendukungnya sebaiknya sesuai dengan apa yang
dirumuskan di atas, sehingga guru dalam menyampaikan materi pembelajaran lebih
leluasa, dengan demikian siswa dalam menerima materi juga akan lebih mudah
memahami yang pada akhirnya akan meningkatkan hasil belajar siswa.
Apabila hal
demikian sudah dapat berjalan dengan baik maka kegiatan belajar mengajar akan
dapat berlangsung dengan baik dan sempurna dan hasilnyapun sesuai apa yang
telah direncanakan dalam tujuan pembelajaran.
Untuk
pembelajaran agar siswa memperoleh pengalaman nyata, maka peneliti akan
melibatkan siswa secara langsung dalam memperoleh pengalaman tersebut dengan
mengalami sendiri, sebagaimana dalam filsafat Confisisus dalam Rusna Ristasa
(2006:46) bahwa: “saya mendengar maka saya lupa, saya melihat maka saya ingat,
saya berbuat dan saya melakukan maka saya paham.
B.
Hasil Penelitian Relevan
Hasil penelitian yang bisa dijadikan acuan atau
pembanding dalam kajian penelitian masalah penggunaan metode pembelajaran
Struktural Analitik Sintetik (SAS) untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam membaca
dan menulis dalam pembelajaran Bahasa Indonesia ini adalah sebagai berikut:
1.
Lasiyah (2008) penelitian tentang penggunaan metode
Struktural Analitik Sintetik (SAS).
a.
Masalah yang diteliti dalam penelitiannya adalah apakah
penggunaan metode Struktural Analitik Sintetik (SAS) dapat meningkatkan hasil
belajar siswa?
b.
Tujuan penelitiannya adalah mengetahui keefektifan
penggunaan metode Struktural Analitik Sintetik (SAS) dalam meningkatkan hasil
belajar siswa.
c.
Metode pembelajaran yang digunakan dalam penelitian
perbaikan pembelajarannya adalah metode pembelajaran Struktural Analitik
Sintetik (SAS).
d.
Kesimpulan yang didapat adalah bahwa penggunaan metode
SAS dapat meningkatkan hasil belajar siswa, yaitu Persentase ketuntasan belajar
siswa pada studi awal 40%, siklus I 55%, siklus II 75%, dan pada siklus III
seluruh siswa tuntas belajar (100%).
2.
Suripto (2009) “Upaya Peningkatan Hasil Belajar Siswa
Terhadap Kemmampuan Membaca dan Menulis melalui Penggunaan metode SAS dalam
Model Pembelajaran Aktif.
a.
Masalah yang diteliti adalah rendahnya hasil belajar
siswa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia?
b.
Tujuan penelitiannya adalah meningkatkan hasil belajar
siswa mata pelajaran Bahasa Indonesia.
c.
Metode yang digunakan adalah metode pembelajaran aktif
dan SAS.
d.
Kesimpulan yang didapat dalam penelitian Suripto adalah
bahwa penggunaan meode SAS dapat meningkatkan hasil belajar siswa, yaitu
Persentase ketuntasan belajar siswa pada studi awal 38,71%, siklus I 54,84%,
siklus II 67,74%, dan pada siklus III 96,77%.
C. Kerangka Berpikir
Bagan Kerangka
Berpikir
D.
Hipotesis Tindakan
Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas hipotesis
tindakan dalam penelitian ini adalah penggunaan metode Struktural Analitik sintetik (SAS) bila diterapkan
untuk meningkatkan hasil belajar membaca dan menulis dalam pembelajaran Bahasa Indonesia
kelas I Sekolah Dasar.
No comments:
Post a Comment
Bagi yang menginginkan contoh PTK lengkap bisa SMS ke 081328239660